Kamis, 07 April 2011

REFLEKSI HARI LAHIR PANCASILA

Tanggal 1 Juni 1945 merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia dalam menentukan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru saja lahir. Kukuhnya Pancasila sebagia dasar NKRI kenyataannya memang banyak mengorbankan nyawa sesama bangsa sendiri. Ini membuktikan bahwa Pancasila adalah hasil kerja keras para pemimpin bangsa dalam menghadapi kondisi pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai macam unsur, baik suku bangsa, adat istiadat maupun agama yang berbeda-beda. Nilai-nilai universalitas Pancasila makin tampak ketika menghadapi pluralitas masyarakat Indonesia ketimbang harus mengadopsi kelompok agama tertentu.
Pancasila merupakan jalan tengah dari semua unsur yang berbeda-beda. Beberapa usaha dari kelompok masyarakat yang ingin mengubahnya menjadi ideologi lain pun gagal. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berusaha menyingkirkan posisi Pacasila dengan kekuatan senjata akhirnya harus mengakhiri hidupnya, setelah dengan sukses menculik dan menganiaya dengan kejam para tokoh teras bangsa Indonesia yang Pancasilais.
Di lain pihak, Kartosuwiryo yang hendak mendirikan Negara Islam Indonesia, gerakannya berpusat di Jawa Barat, juga berakhir dengan penyerahan dirinya setelah menjadi buronan tentara Indonesia. Artinya, demi keutuhan Pancasila, para pemimpin dan rakyat Indonesia dengan tegas menolak setiap usaha penggeseran Pancasila sebagai hasil “ijtihad” para pemimpin bangsa menjadi ideologi lain yang tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang pluralistik.
Sayangnya, sebagai penyambung kekuasaan Orde Lama yang sangat Pancasilais, kepemimpinan Orde Baru terlalu memaksakan kehendak kepada warga negaranya dengan menerapkan doktrin kepancasilaan melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Padahal, tanpa adanya P4, rakyat Indonesia sudah dengan sadar meyakini bahwa Pancasila merupakan jalan terbaik dari semua ideologi yang pernah ditawarkan oleh para pendiri bangsa. Dengan kesadaran itu, sebenarnya tidak perlu ada kecurigaan yang berlebihan terhadap sekelompok masyarakat yang dianggap tidak Pancasilais.
Yang paling ironis sekarang ini adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai hiasan dinding yang tak memiliki makna. Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala aspek kehidupan berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas bangsa dan memengaruhi mentalitas para pemimpin bangsa. Dengan demikian, yang terjadi adalah mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari para pemimpin kita.
Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah tak memiiki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan para pejabat tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala aktivitasnya, namun dengan tanpa merasa berdosa mereka berani manandatangani “perjanjian” korupsi yang jumlahnya miliaran rupiah. Di lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara lengkap di depan para bawahannya secara jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah kehilangan eksistensinya sebagai perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa.
Tanggal 1 Juni 2009 yang diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila tidak hanya menjadi ajang simbolisasi peringatan yang tak memiliki makna. Kita tidak bisa berdiam diri membiarkan nilai-nilai luhur Pancasila hilang tanpa meninggalkan jejak. Berkaitan dengan itu semua, sebagai bangsa yang menjujung tingi demokrasi, sudah saatnya kita kini selektif memilih sosok calon pemimpin yang benar-benar memiliki kapabilitas yang cukup mumpuni dan bermoral Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu memperhatikan nasib rakyatnya sesuai dengan tujuan kesejahteraan dalam sila Pancasila. Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakatnya. Pemimpin yang Pancasilais harus mengedepankan kepentingan rakyat daripada kepentingan-kepentingan yang lain.
Pemimpin yang Pancasilais adalah pemimpin yang tidak terlalu berambisi mengejar jabatan demi kepentingan pribadi, menanamkan permusuhan dengan lawan-lawan politiknya. Pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu dengan teguh mengamalkan sila-sila Pancasila dengan sempurna. Ia adalah pemimpin yang memiliki jiwa religiositas sesuai dengan sila pertama Pancasila, selalu menanamkan jiwa-jiwa keadilan dalam setiap aspeknya, bersikap toleran dan terbuka sebagai jalan untuk mempersatukan semua unsur perbedaan yang ada, dan selalu bijak dalam pengambilan keputusannya.
Dalam cara pandang sudut agama, Pancasila telah mewakili semua agama yang ada di negeri ini. Sebagai jalan penengah di antara semua unsur perbedaan itu, Pancasila tidak pernah memihak kepada salah satu di antara semua agama yang ada. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai moral universal di mana semua agama mengajarkannya.
Seorang agamawan yang baik sudah pasti mengerti filsafat Pancasila menurut pandangan agamanya. Sebab, Pancasila bersifat netral. Pancasila sesuai dengan agama apa pun yang ada di negeri ini karena ia yakin bahwa setiap agama pasti mengajarkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, serta toleransi. Kalaupun ada sekelompok orang yang ingin mengganti Pancasila dengan hukum-hukum agama tertentu, berarti ia kurang bisa membedakan dan memahami antara agama dan substansi ajarannya.
Maka tak ada jalan lagi bagi siapa pun untuk memperdebatkan Pancasila dengan kelompok agama tertentu. Sebab, pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah kelompok masyarakat yang nasionalis sekaligus religius. Dan, yang jelas, nilai-nilai luhur Pancasila yang universal kini sudah makin kehilangan eksistensinya. Pancasila makin tergerus ke dalam arus deras berbagai macam kepentingan. Maka, dalam memperingati hari lahir Pancasila yang sudah lebih dari satu abad lamanya ini, hendaknya kita mulai berbenah diri, meniti jalan baru kehidupan berbangsa yang tidak lagi mengabaikan moralitas Pancasila sebagai pandangan hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar